Senin, 13 Februari 2012

(00001) Adzkar Nawawi: Keutamaan Dzikir Yang Tidak Terikat Waktu

Adzkar Nawawi: Keutamaan Dzikir Yang Tidak Terikat Waktu

Allah Ta'ala berfirman:Sesungguhnya mengingat Allah (Shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). (Al-'Ankabût [29]: 45)

Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu. (Al-Baqarah [2]: 152)

Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya dia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari dibangkitkan. (Ash-Shâffât [37]: 143-144)

Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya. (Al-Anbiyâ’ [21]: 20)

Sebuah Riwayat dalam dua kitab Shâhîh karya dua imam ahli hadits, yaitu Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Al-Mughirah Al-Bukhari Al Ju’fi, sang pemimpin para ahli hadits, dan Abu Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairi An-Naisaburi dengan sanad yang bersambung dari Abu Hurairah r.a., yang mempunyai nama asli Abdurrahman bin Sakhr, menurut pendapat yang paling shahih dari sekitar 30 pendapat. Dia adalah sahabat Nabi yang paling banyak meriwayatkan hadits. Dia berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:Ada dua kalimat yang ringan diucapkan dengan lisan, namun berat dalam timbangan amal perbuatan, dan dicintai oleh Allah Yang Maha Pengasih, yaitu bacaan: SUBHÂNALLÂHI WA BIHAMDIHÎ (Maha Suci Allah dan segala puji untuk-Nya) dan SUBHÂNALLÂHIL ‘AZHÎM (Maha Suci Allah Yang Maha Agung). 

(Shahih. HR. Bukhari [6406], [6682], [7563], Muslim (Adz-Dzikir wa Ad-Du’â’131, At-Tirmidzi [3467], Ibnu Majah [3806], dan Nasa’i dalam ‘Amal Al-Yaum wa Al-Lailah dari hadits riwayat Abu Hurairah.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar